Skip to main content

19

Dan mari kita mulai tulisan ini dengan jiwa yang masih belum bisa move on dari perjalanan kemarin.

Alhamdulillah…

Sebelum genap menginjak usia 19 tahun, ternyata saya sudah diperkenankan untuk menceklis salah satu life goal saya yang sebenarnya selalu saya pertanyakan kapan bisa jadi nyatanya.

Tidak terencanakan dan terbayangkan sama sekali, kalau saya ternyata akhirnya mampu memijak kokohnya sang pancang bumi. Menikmati keindahan yang tersembunyi dibalik ketinggiannya. Menyaksikan awan yang sejajar dengan tempat berdiri. Diterpa sejuknya angin dan hangatnya cahaya matahari. Berjalan di setapak yang kanan-kirinya terhampar padang bunga abadi. Dan masih banyak hal lainnya yang sepanjang hari ini masih saya putar ulang terus di dalam ingatan, yang ketika dibayangkan rasanya saya tidak pernah mau pergi lagi dari sana.

Destinasi terbaik sepanjang hidup.

Sekali lagi, terimakasih ya Allah atas segala kesempatannya. Semoga diperkenankan untuk meninggalkan jejak di pancang lainnya...

....................

Dan sekarang, kurang lebih 2 jam lagi.

Saya selalu terlambat ketika ingin menulis sesuatu semacam kaleidoskop menuju tahun baru, jadi tulisan ini mungkin kurang tepat kalau dikatakan sebagai catatan selama 2015. Saya lebih senang menyebutnya sebagai sedikit tulisan tentang yang terjadi sepanjang usia 18.

16 Januari 2015,
saya masih ingat kejutan sederhana yang begitu membahagiakan itu. Dengan orang-orang yang selalu sama--baik yang ada di tempat, maupun tidak--. Dengan kenyamanan dan tawa yang selalu mengalun. Dan masih juga dengan tangis saya yang selalu tak bisa tertahankan. Terimakasih ya Allah, karena sampai sekarang, orang-orang itu masih selalu menjadi rumah bagi saya.

Saya tidak pernah meminta lebih sebenarnya. Doa dan berpulang kembali kepada mereka sudah menjadi hadiah terbaik selama ini, mewujud kebahagiaan yang selalu sangat saya syukuri.

Dan di sanalah saya saat itu, di usia ke-18.
Saya juga masih bisa mengingat betul bagaimana di waktu-waktu itu saya masih belum bisa menentukan arah tujuan ketika orang-orang di sekitar saya sudah memantapkan pilihan dan membangun jalan menuju pilihannya dengan percaya diri. Betapa di masa-masa itu saya masih berjuang tanpa tau sebenarnya akan ke manakah saya ingin membawa diri saya berlabuh. Sampai akhirnya di usia ini pula Allah berikan jawabannya. Sebuah jawaban atas segala penantian. Sebuah tempat yang membayar setiap keletihan dan tangisan. Sebuah hasil yang menjadikan pagi dan malam selalu layak untuk diperjuangkan. Sebuah jawaban yang selalu membuat saya bersyukur dan tersadarkan begitu hebat dan baiknya Allah merencanakan segala sesuatunya bagi saya.

18.
Di usia ini, saya juga akhirnya berhenti pada suatu titik ketika saya mulai ditarik pada suatu harapan yang seharusnya tidak saya mulai.

Saya memang membangun dinding tebal agar tidak mudah terjatuh dalam hal perkara ini. Selama 18 tahun hidup--termasuk yang saya alami di usia ini--mungkin hanya 3 kali saya sadar saya telah masuk ke dalam rumitnya perkara perasaan saya sendiri. Tapi nyatanya selalu begitu, sekali saya sadar saya telah sampai di titik perasaan itu, saya kembali begitu terjebak lagi. Hingga sampai pada suatu waktu di mana saya tahu, lagi-lagi saya dilindungi dari perasaan yang melebihi kecintaan saya pada sosok-sosok yang lebih berhak saya cintai. Saya diselamatkan lagi, dengan cara yang menyesakkan pada awalnya namun begitu melegakan hingga saat ini.

Sekarang semuanya telah sangat membaik. Saya pernah takut tidak akan ada lagi kesempatan untuk sekedar saling menegur sapa atau bahkan masih bisa mendengarkan cerita-ceritanya. Alhamdulillah, pada kenyataannya setelah beberapa bulan segala wujud harapan telah memudar, ketakutan saya itu terbukti salah. Terimakasih karena ternyata masih berkenan membagikan sedikit cerita tentang kehidupan di ranah barunya satu semester ke belakang, yang waktu itu masih berupa mimpi yang juga diceritakan. :)

Dan lagi-lagi harus saya katakan bahwa melalui yang terakhir kemarin, saya begitu didewasakan melalui berbagai pemahaman yang datang ketika mengalaminya.

18.
Di usia ini, saya pun telah memasuki suatu tahap kehidupan yang pada awalnya begitu sulit dijalani. Saya kira mudah bagi saya untuk hidup jauh dari mereka yang selama ini selalu dekat. Saya kira semuanya akan langsung berjalan menyenangkan. Saya kira beradaptasi dengan kehidupan, lingkungan, dan orang-orang yang sepenuhnya baru tidak akan menjelma menjadi suatu beban. Namun pada kenyataannya di situlah saya, 2 bulan penuh dengan kelimbungan dan isakan.

Tapi saya memang harus melalui itu semua, karena jika saya tidak dihadapkan dengan perkara jarak, saya tidak akan tersadarkan betapa berharganya waktu yang walau sekejap saja agar bisa dihabiskan bersama orang-orang yang saya sayangi, saya tidak akan sedalam ini dalam memahami makna pulang dan mereka yang menjadi tempat saya pulang.

18.
Di usia ini pula, di kehidupan baru selama satu semester ini pula, Allah telah berikan lagi segala kebaikan-Nya. Saya tahu, Dia memang tidak pernah meninggalkan hamba-Nya. Terimakasih ya Allah untuk berbagai pertolongan dan karunia-Mu. Terimakasih karena selalu mendekatkan orang-orang baik dalam hidup hamba. Terimakasih karena selalu mengingatkan hamba, untuk selalu menegur hambar. Terimakasih karena selalu bersedia mendekat kepada hamba ketika rasanya dengan begitu meruginya justru hambalah yang telah melebarkan jarak dengan-Mu. Hamba yang sering melupa, yang sering terlena, yang berlebihan dalam memikirkan hal-hal yang sesungguhnya hanya menjadi wewenang-Mu. Maafkan hamba ya Allah, terimakasih karena selalu menjaga segenap hati dan jiwa.

18.
Akhirnya saya menerima IP pertama. Kehidupan selalu merupa perjuangan yang menyisakan penantian akan hasilnya. Dan lagi-lagi saya dihadapkan pada kabar tentang suatu hasil lainnya. Tadi pagi--momen sebelum genap 19 lainnya--, saya menerima kabar terakhir yang menggenapkan hasil perjuangan selama satu semester ini. Dan memang, Yang Maha Baik akan selalu memberikan yang terbaik. Terimakasih ya Allah, yang terakhir tadi itu, yang tidak pernah saya sangka hasilnya akan seperti itu dan membuat saya menangis bahagia.

Walaupun pada kenyataannya saya sadar, saya belum sempurna dalam berjuang di semester ini. Usaha yang saya kerahkan selama proses menuju tempat yang sekarang memang justru masih jauh lebih besar dibanding usaha saya ketika saya telah berada di sini. Doa yang saya panjatkan ketika tujuan yang diberikan-Nya masih berupa temaram justru lebih kencang dibanding ketika saat ini, ketika saya telah diberikan tempat dan kesempatannya.

Maafkan saya...

Maka ya Allah,
di usia 19 tahun ini, hamba mohon untuk semakin dikuatkan dalam menempuh segala sesuatunya. Kokohkanlah pijakan hamba dalam perjuangan yang akan selalu hadir. Mantapkanlah hati hamba selalu dalam pemahaman yang baik, yang semakin mendekatkan hamba kepada-Mu. Jagalah selalu mereka yang telah Engkau hadirkan, yang telah memberikan makna yang begitu besar selama perjalanan hidup hamba.

Sungguh ya Allah, tidak ada lagi yang hamba butuhkan selain terus berada di dekat-Mu. Maka ya Allah, dalam setiap detik waktu yang hamba habiskan untuk hidup, dalam setiap langkah yang hamba pijakan, dan dalam setiap hembus nafas, ridhoilah segala sesuatu yang hamba jalani serta tuntunlah hamba selalu agar tidak sejengkal pun hamba menjadi semakin jauh dari-Mu...

Dan
alhamdulillah,
terimakasih karena telah Engkau sampaikan hamba di usia 19.





Comments

Popular posts from this blog

first again. since many months ago.

I think that I am done with all the hopes I convince my self that now, this longtime longing has already gone I remember every morning that I didn't dream of you at the night anymore I am already able to pull my self together upon that uncertainty I brought by my own self I know that the story will end up not as what I always said in my prayer before I strengthen myself that I deserve so much more and I realize that there is no tear anymore in the wait for a meeting, nor in the time when saying goodbye and seeing your back being apart slowly And in the end of the day, all the things I have said above, are still all the things that I put on my best effort. To be a reality. To be some of not-stumbled-steps. In everyday. In every time.

Sabtu Pertama Saya

Hari ini, jadi Sabtu pertamanya saya tidak menjejakkan kaki ke sekolah dan kelas yang luar biasa itu. Ini jadi Sabtu pertamanya saya tidak bertemu lagi dengan mereka. Satu minggu berlalu, dan saya semakin tau bahwa begitu besar energi yang telah mereka ciptakan pada diri saya. "Teruntuk Indah, terimakasih sudah jadi teman belajar yang sangaaat pandai dan paling cepat perkembangannya. Terimakasih untuk sepucuk surat di Sabtu terakhir pengajaran waktu itu, yang membuat aku bingung harus menjawab apa dan membuat aku menahan bulir hangat di sudut mata aku, karena ternyata kamu nulis ini : 'Kakak mau pergi ke mana?' .. Teruntuk Restu, terimakasih sudah jadi teman belajarku yang luar biasaaa rajinnya, yang gak pernah gak masuk sekali pun selama belajar sama aku. Terimakasih sudah jadi yang paling penurut dan suka bikin aku terharu sendiri, dan juga yang paling sabar menghadapi teman-teman kelas 1 lain yang suka iseng. .. Teruntuk Salehah, terimakasih sudah jadi teman bel
Do you ever wonder why some people appear in your dreams? Or have you ever realize when was the first time a particular person become the center of your night dream story?