Skip to main content

Another narration (since the last one in a long time ago)

Ternyata sudah satu tahun lebih di sini. Menjalani kehidupan perkuliahan dengan segala perkaranya. Dan besok, saya akan menjalani UTS ketiga. Harusnya sekarang fokus belajar Psisos, masih banyak, masih puluhan slide yang belum tersentuh. Dan harusnya link yang saya ketik di kolom url itu link dropbox angkatan, bukan malah berakhir di sini. Tapi mau gimana lagi, sesuatu sedang berputar di kepala saya dan kalau gak saya tuangkan sekarang, ujung-ujungnya pasti saya lupa. Walaupun post ini pun entah akan berakhir lagi jadi draft atau akhirnya jadi narasi pertama saya lagi setelah sekian lama saya cuma bisa ngepost kata-kata abstrack--dibilang sajak pun bukan--yang mungkin cuma saya yang ngerti maknanya.

Beberapa bulan ke belakang lucunya bukan main, kadang saya juga jadi pengen menertawakan diri saya sendiri setiap kali ingat saya sesekali lagi di kurva terendah dalam hal memegang prinsip itu, prinsip yang selama 19 tahun ini saya pegang erat-erat. Ternyata memang benar, setiap perkara yang melibatkan hati, sekuat apapun kita merasa yakin dan merasa mampu untuk mengontrolnya, sesungguhnya bagian itu pun adalah kuasanya Allah. Selama ini merasa mampu mengendalikan, merasa mampu mengenyahkan sendiri segala sesuatu yang seharusnya tidak singgah sedalam itu, merasa mampu memarahi hati untuk jangan sampai sekali-kali bergantung kepada sosok yang emang bukan waktunya untuk bergantung seperti itu dan menjaga agar tidak sampai melukainya. Sampai akhirnya saya merasa hebat sendiri, merasa semua itu adalah kemampuan saya sendiri, merasa heran kenapa orang-orang gak bisa mengendalikan perasaan dan hatinya, ketika saya merasa itu mudah dilakukan kalau memang kitanya mau. Astagfirullah. Congkak benar saya. Saya lupa, kalau kekuatan dan kemampuan itu pun sebenarnya Allah yang mengkaruniakan buat saya.

Allah yang senantiasa membimbing dan melindungi saya. Bagian kekuatan itu, murni sebenarnya Allah-lah yang memperkenankannya. Dalam sembilan belas tahun, justru yang jadi bagiannya saya adalah tidak luputnya usaha penjagaan ini dari banyaaak sekali kekurangan. Kebodohan-kebodohan yang saya lakukan karena saya sendiri bingung harus berperilaku bagaimana, jawaban-jawaban 'tidak' yang harusnya lantang diucapkan tapi sayanya yang lebih mempertimbangkan 'gak enak' sama manusia dibanding sama Dia, dan sampai di titik yang kemarin itu, ternyata saya juga sempat jatuh kepada perasaan bergantung dan menaruh harapan sama manusia. Saya jadi mikir sendiri, di saat-saat itu mungkin Allah marah sama saya dan akhirnya membiarkan hati saya terjerumus sendiri, karena udah berani-beraninya berharap selain kepada Dia.

Saya tahu apa yang beberapa waktu lalu saya pikir saya rasakan tidak satu wujud dengan yang saya rasakan di masa-masa 2 tahun lalu. Saya bisa membedakannya. Dan setelah dipikir-pikir apa yang terjadi beberapa waktu lalu justru jahatnya bukan main, baik buat diri saya maupun orang lain. Saya hanya merasa saya mulai bergantung. Saya di titik di mana saya lupa kalau selama ini saya gak suka bergantung sama orang lain apalagi untuk hal-hal sepele. Segala perasaan lega yang menjelma ketika semuanya bisa saya lakukan dan jalani sendiri, justru munculnya kalau saya diperlakukan seperti itu. Dan ketika selama ini pasti menghindari dan mencibir sendiri setiap rengekan untuk minta digituin, semua sikap anti untuk diperlakukan seperti itu justru hilang begitu saja dan yaa itu, ujung-ujungnya saya malah berharap sama manusia.

Dan ternyata beberapa hari ini, saya sering dibikin mikir lagi. Saya sering menemukan lagi kebahagiaan-kebahagiaan sederhana itu, yang muncul begitu saja ketika saya mampu menjalani segala sesuatunya sendiri. Saya mulai tersenyum dalam hati lagi ketika jalan kaki dari gerlam ke kosan sendiri. Saya mulai menikmati lagi perjalanan-perjalanan berpayung ketika Nangor ternyata masih saja merintikkan hujan yang ternyata tiada hentinya satu tahun ini. Saya mulai menemukan lagi betapa menyenangkannya dorong trolley belanjaan di supermarket, bayar di kasir, dan bawa kantong belanjaan saya sendiri. Dan saya tersadar kalau memang ritme-ritme seperti itulah yang menenangkan, saya bisa lebih merhatiin kesibukan di sekeliling saya dan menyelami apa-apa yang memang bisa saya selami cuma kalau saya sendiri. Mungkin perjalanan pulang ke Bogor dan balik lagi ke Nangor beberapa waktu lalu--perjalanan pulang dan kembalinya saya fully by my self dari berangkat sampai dengan literally di titik tujuan--yang telah mengingatkan saya, betapa beberapa perjalanan dan alur kehidupan emang kadang lebih membahagiakan dan memberi makna in a state of solitude.

Haha. Kalau dibaca-baca lagi mungkin kedengerannya se-pathetic itu ya? Tapi justru buat saya, di situlah saya tahu, saya tidak sedang bergantung sama orang lain dan saya lega akan hal itu. Saya gak mau merepotkan dan bergantung sama manusia, ketika lebih jahatnya lagi perkara hati ikut terlibat. Dan semakin lebih jahat, hati yang dibicarakan, bukan sama sekali hati sayanya.

Tapi saya pun harus mengakui, saat ini saya juga gak bisa bilang kalau saya sudah sempurna bisa lepas dan kembali membawa hati saya tidak mengarah pada harapan-harapan yang sesekali masih bertandang. Saya masih terus berusaha untuk tegas sama diri saya sendiri dengan tetap bisa menjaga hubungan baik dengan orang-orang yang hubungannya sudah baik sama saya. Saya sedang berusaha memandirikan diri dan menetralkan hati saya.

Sekarang, saya hanya bisa berdoa, semoga saya selalu diingatkan sebagaimana saya selalu diingatkan selama ini. Semoga saya selalu dihindarkan dari apa-apa yang sudah dihindarkan dari saya selama ini. Semoga segumpal bagian dalam diri saya ini selalu dituntun pada perasaan yang sehakikatnya selalu mengarah kepada Dia. Semoga doa-doa orangtua saya selalu membawa saya pada langkah yang seharusnya selalu saya ambil. Dan semoga bagian itu akan selalu jadi bagian yang terjaga untuk siapapun satu-satunya yang akan jadi jawaban di akhir nanti.

Semoga doa-doa tadi bermuara di 'arsy-Nya dan mewujud nyata, bukan cuma buat saya tapi buat semua manusia yang sedang berusaha menjaga apa yang memang seharusnya terjaga; khususnya untuk mereka, orang-orang baik yang sudah Allah hadirkan di sekitar saya yang juga senantiasa jadi reminder buat saya. Semoga kita tidak pernah berhenti untuk saling mengingatkan dan menguatkan ya.

Dan untuk segala sesuatu yang terjadi dalam hidup saya, alhamdulillahirabbal'alamiin...
Saya gak tahu harus segimana lagi saya bersyukur...
.
.
.
.
Btw
Selamat UTS, people! 

Comments

Popular posts from this blog

Menghitung

Hujan Bulan Juni tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu -Sapardi Djoko Damono- ___________ Ternyata hanya sesekali saja datangnya hujan bulan Juni. Bahkan di penghujungnya, tidak ada satu rintik pun yang turun ke bumi, yang dapat menjadi penutup paling menenangkan dalam rentang 30 hari ini. Dan , Selamat datang Juli , bu lan dengan begitu banyak jawaban atas berbagai penantian .

Rebas Rasa Selumbari

Ucapkan maaf Pada dirimu Yang tak jua rela Membiar lepas Ucapkan jangan Pada hatimu Yang tertumpu bimbang Menggerai rekam Usaikan tentang Pada pahammu Untuk mengantar lesap Setiap yang tersemat Abaikan lalu Setiap laju Yang temui persimpangan Yang ditarik lagi kerisauan Sumbatkan rapat Setiap celah Agar tak disambangi Rebas rasa selumbari Kendalikan penuh Sepasang sayapmu Agar tak melambungkanmu Pada satu yang mengoyak keindahannya ___________________ _ 20 Maret 2015, Sylvi Noor Alifah
Kecewa? Gak tau, saya bingung. Apa memang sebenernya gak usah segininya? Tapi jujur, saya menangis tau kabar itu. Mungkin gak cuma satu-dua, tapi bahkan bisa jadi memang kami yang memilih untuk tidak adalah justru minoritas sekarang. Sebut saya lebay, tapi sesak rasanya ketika mendengar hal itu. Terlebih lagi, di antara mereka yang memilih untuk iya, ada sahabat-sahabat saya yang turut saya rapalkan namanya setiap kali berdoa, yang dengan mengingat mereka membuat saya bangkit lagi setiap kali lelah berjuang, yang terus saya minta sama Allah agar selalu dibimbing di jalur perjuangan yang diridhoi-Nya... Tapi ternyata saya gak ada pengaruhnya sama sekali. Dan memang hanya Allah-lah sehakikatnya pemilik hati saya, sahabat-sahabat saya, dan semua manusia. Saya memang gak bisa apa-apa lagi. Ampuni hamba ya Allah, karena belum bisa jadi sahabat yang baik, karena belum bisa jadi sahabat yang membawa kami bersama-sama mendekat di jalur-Mu, karena belum bisa jadi sahabat yan...