Skip to main content

Satu Tahun Silam

Curang juga ya, belasan post yang udah disusun sedemikian rupa ngantri di draft berbulan-bulan, malam ini harus kalah sama post dadakan buah pikiran yang awalnya selintas tapi jadi meluas ke mana-mana.

Secepat itu ya satu tahun berlalu? Tapi kenapa rasanya seperti sudah lama sekali juga tidak merasakan hal-hal itu? Jadi gini rasanya sempat lupa dengan perasaan pernah melalui sesuatu --karena sibuk dengan perjuangan yang baru yang harus beribu kali lipat lebih diperjuangkan-- tapi kemudian ketika benar-benar dibawa ke moment itu ternyata masih ingat betul setiap detailnya.

Kurang lebih pada setahun silam,
ketika saya sadar akan satu hal yang pada waktu itu saya terus coba elakkan, ketika satu pintu terdengar ada ketuknya tapi saya terus coba yakinkan bahwa saya hanya salah dengar, dan ketika berbagai perangai aneh yang sudah bertahun-tahun lalu tidak pernah dialami mulai datang lagi, tapi selalu saya coba tidak kaitkan dengan wujud itu.

Hingga pada satu waktu --tidak apa kan kalau saya masih ingat persis tanggalnya? Karena di hari itu pun, dalam 24 jam berikutnya, satu moment penting lainnya akan tereksekusi-- 27 April 2014, H minus 1 Opening Smansa Day 2014. Tepat di hari itu juga, akhirnya saya tidak menghindar lagi dari kejujurannya, saya biarkan pengakuan hampiri diri saya sendiri dan kemudian, wujud itu pun di-iya-kan.

Kurang lebih pada setahun silam,
juga ketika perjuangan itu menjadi pengisi sepenuh hitungan bulan, menjadi pencuri sepenuh perhatian, mewujud asa dan tujuan yang dominan dirapalkan dalam doa dan cerita yang diperdengarkan hanya kepada-Nya.

Pernah saya bandingkan dengan rupa perjuangan yang dijalani 6 bulan terakhir, mungkin sama lelahnya dengan perjuangan di masa-masa satu tahun silam, bahkan bisa jadi sebenarnya yang waktu itu lebih pantas dikeluhkan karena perjuangan yang saat ini toh murni adalah tentang perjuangan pribadi menuju cita-cita dan masa depan saya. Tapi kenapa yang saya ingat justru di satu tahun silam yang lebih membahagiakan? Kenapa di satu tahun silam saya tidak pernah sampai menangis di pangkuan Umi sambil berkata saya lelah, sedangkan 6 minggu lalu saya seperti itu? Kenapa pula lagi-lagi saya lebih mampu dan lebih dikokohkan dalam perjuangan yang melibatkan tujuan dan kebahagiaan orang banyak dibandingkan perjuangan yang melibatkan hanya saya, seorang diri?

Kurang lebih pada setahun silam,
saya jadi manusia penghitung, setiap hari, setiap malam, setiap waktu ada uang yang masuk, dan setiap saat ada uang yang keluar. Saya jadi manusia penghitung, mengukur dan memperkirakan berbagai kemungkinan dalam waktu yang semakin sempit, bahwa harus berapa lembar rupiahkah yang harus didapat kini dalam setiap menitnya untuk menutupi segala kekurangan yang masih dihadapkan kepada kami.

Kurang lebih pada setahun silam,
saya masih ingat betul ragam perasaan takut dan cemas yang namun bercampur juga dengan rasa optimis, yakin, dan haru akan perjuangan ini. Saya masih ingat betul dalam kekalutan itu, saya bercerita dan bertanya kepada mereka yang sudah menjalani fase ini sebelumnya.

"Teh, masih inget gak tahun lalu di h-seminggu closing kaya gini masih kurang berapa?"
"Teh, takut coba..."
"Teh, minta doanya yaa"

Dan betapa hebatnya Allah membuat persis sesuatu, kini giliran saya untuk berada di posisi menjadi yang ditanya.

Bismillahirrahmanirrahiim, percaya dan serahkan terus ya, Fon sama Allah. Pasti akan Allah perintahkan semesta untuk membantu. Hasbunallah wa ni'mal wakiil ni'mal maula wa ni'man nashiir. :)

Kurang lebih pada setahun silam pula,
kembali pada hal yang bermula di 27 April 2014, setelah benar-benar mengurai kembali berbagai kejadian, ternyata sempat ada, ya. Iya, sempat ada sekelumit cerita yang saling terbagi. Entah tersengajakan karena merasa perlu saling mengutarakan, atau hanya karena pada saat itu tidak ada pilihan lain agar tidak menganggu manusia-manusia yang sedang sibuk sendiri-sendiri. Yang pasti ketika membayangkan kembali, saya masih ingat betul bagaimana perasaan saya saat itu.

Tapi tenang saja, semuanya sudah satu tahun silam. Sebesar apapun ingatan saya dan semampu apapun saya masih bisa merasakan masa-masa itu, pada kenyataannya semua sudah tidak terjadi lagi kini. Hari ini, esok, bulan depan, dan seterusnya adalah bukan lagi satu tahun silam, maka kini sudah seharusnya saya larang berbagai wujud perasaan yang pernah datang saat itu untuk kembali menyambanginya lagi.




Termasuk untuk wujud yang ketukannya saya sambut dan bukakan pintu sejak 27 April pada setahun silam itu.

Comments

Popular posts from this blog

Menghitung

Hujan Bulan Juni tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu -Sapardi Djoko Damono- ___________ Ternyata hanya sesekali saja datangnya hujan bulan Juni. Bahkan di penghujungnya, tidak ada satu rintik pun yang turun ke bumi, yang dapat menjadi penutup paling menenangkan dalam rentang 30 hari ini. Dan , Selamat datang Juli , bu lan dengan begitu banyak jawaban atas berbagai penantian .

Rebas Rasa Selumbari

Ucapkan maaf Pada dirimu Yang tak jua rela Membiar lepas Ucapkan jangan Pada hatimu Yang tertumpu bimbang Menggerai rekam Usaikan tentang Pada pahammu Untuk mengantar lesap Setiap yang tersemat Abaikan lalu Setiap laju Yang temui persimpangan Yang ditarik lagi kerisauan Sumbatkan rapat Setiap celah Agar tak disambangi Rebas rasa selumbari Kendalikan penuh Sepasang sayapmu Agar tak melambungkanmu Pada satu yang mengoyak keindahannya ___________________ _ 20 Maret 2015, Sylvi Noor Alifah
Kecewa? Gak tau, saya bingung. Apa memang sebenernya gak usah segininya? Tapi jujur, saya menangis tau kabar itu. Mungkin gak cuma satu-dua, tapi bahkan bisa jadi memang kami yang memilih untuk tidak adalah justru minoritas sekarang. Sebut saya lebay, tapi sesak rasanya ketika mendengar hal itu. Terlebih lagi, di antara mereka yang memilih untuk iya, ada sahabat-sahabat saya yang turut saya rapalkan namanya setiap kali berdoa, yang dengan mengingat mereka membuat saya bangkit lagi setiap kali lelah berjuang, yang terus saya minta sama Allah agar selalu dibimbing di jalur perjuangan yang diridhoi-Nya... Tapi ternyata saya gak ada pengaruhnya sama sekali. Dan memang hanya Allah-lah sehakikatnya pemilik hati saya, sahabat-sahabat saya, dan semua manusia. Saya memang gak bisa apa-apa lagi. Ampuni hamba ya Allah, karena belum bisa jadi sahabat yang baik, karena belum bisa jadi sahabat yang membawa kami bersama-sama mendekat di jalur-Mu, karena belum bisa jadi sahabat yan...