Ternyata sudah terlalu banyak tulisan yang cuma berakhir di draft. Huft segitu sibuknya kah sampe tulisan-tulisan aja tidak diselesaikan. Janji kok tapi, insyaAllah semuanya bakal dirampungkan dan dilepaskan. Banyak yang terjadi selama ini, dan memang nyatanya semua masih perlu saya abadikan dalam kata.
Dan sekarang mau sedikit bercerita tentang seminggu ini...
Hmmm bagaimana lagi saya harus menggambarkan betapa baiknya Allah sama saya selama ini. Betapa selama ini sebenarnya Allah telah memberikan berbagai perlindungannya terhadap saya. Sebanyak apapun wujud syukur saya, tidak akan pernah sebanding dengan perlindungan-Mu ini ya Allah.
Terimakasih untuk sepotong senja yang dihadirkan, yang mungkin awalnya membuat saya menderai lagi tapi kini justru hal itulah yang membuat saya melangkah lebih ringan sekarang.
Saya tidak memungkiri, senja itu saya sesenggukan lagi. Saya tidak bisa memperdengarkan tangis yang satu itu. Saya tidak bisa bercerita mengenai perkara ini kepada orang-orang rumah. Maka isakan saya saat itu rasanya begitu mendefinisikan semua yang tertahankan. Saya tau, saya terlalu sering mengendapkan, maka ketika berbagai wujud perasaan itu benar-benar sudah memaksa untuk dilepaskan, semuanya sudah menjadi gumpalan besar yang terbuncah bersegera untuk diluruhkan.
Cukup. Saya ingin itu jadi tangisan terakhir yang tumpah karena perkara ini.
Terimakasih untuk membiarkan saya melihatnya sendiri, karena dengan cara itulah berbagai pertanyaan telah menemui jawabnya,
karena dengan cara itulah saya diselamatkan dari setiap spekulasi dan ekspektasi.
Saya melangkah lebih ringan sekarang.
Saya biarkan lajunya kini semakin tanpa tendensi untuk mengharapkan apa yang seharusnya tidak diharapkan. Saya biarkan lajunya kini tidak lagi mengarah kepadanya bahkan untuk sekedar mencari di keramaian. Saya biarkan lajunya kini seiring dengan jawaban yang telah saya ketahui.
Saya tidak lagi seperti bertemu monster.
Hal ini sudah bukan lagi tentang berdamai.
Bahkan sudah menjadi perkara menghilangkan ketakutan dengan cara mengucap selamat tinggal.
Saya berbincang sebagaimana ketika semua ini belum berawal.
Hal ini sudah bukan lagi tentang mengendalikan.
Bahkan sudah menjadi perkara menetralkan dengan tidak membiarkan perasaan itu tempias lagi ke sudut relung.
Saya tidak lagi dihampiri beribu tanya.
Hal ini sudah bukan lagi tentang dinyamankan oleh skenario kebahagiaan yang samar.
Bahkan sudah menjadi perkara untuk menumpas hilang semuanya dengan cara ditamparkan kenyataan.
Dan pada akhirnya, saya harus berkata bahwa saya tidak pernah menyesal sama sekali telah mengenal lagi wujud perasaan ini. Bahkan saya ingin berterimakasih, kepada dia mungkin? Tapi terutama kepada Allah, karena melalui yang kali ini saya telah didewasakan,
saya lebih banyak belajar,
dan lebih banyak memahami hakikatnya.
Dan pada akhirnya, saya harus berkata bahwa saya tidak pernah menyesal sama sekali telah mengenal lagi wujud perasaan ini. Bahkan saya ingin berterimakasih, kepada dia mungkin? Tapi terutama kepada Allah, karena melalui yang kali ini saya telah didewasakan,
saya lebih banyak belajar,
dan lebih banyak memahami hakikatnya.
Dan cukup. Ternyata mungkin bukan ke situ seharusnya berlabuh.
Maha Besar Engkau dengan segala Skenario-Mu,
terimakasih yang ke sekian kalinya
terimakasih yang ke sekian kalinya
untuk cara yang lagi-lagi sama,
tuntun hamba untuk selalu menempatkan-Mu di sepenuh ruang hati,
dan untuk selalu menempatkan
Umi dan Abi
dalam ruang hati yang paling istimewa setelah-Mu.
Sampai waktunya tiba.
Sampai waktunya tiba.
Hamba percaya,
dan semoga akan selalu istiqomah untuk percaya
bahwa janji-Mu tidak akan pernah teringkari.
La tahzan, innallaha ma'ana
________________________
15 Februari 2015,
01.22
Comments
Post a Comment