Skip to main content

Jejak

Menapaki jejak terdahulu. Terbang jiwa menuju suatu waktu.

Saya tak ingat, purnamakah atau hanya separuh saja bulan menampakkan dirinya saat itu? Yang saya ingat, setelah hari yang melelahkan itu hanya lengang yang melebur bersama deru angin malam.

Sesungguhnya nyamankah satu sama lainnya hanya mendengar nyanyian jalanan, senyap? Masih saya pertanyakan, apa yang sebenarnya melintas di pikiran masing-masingnya?

Terekamnya sedikit konversasi yang bisa saya ulangi dengan runtut dan persis. Satu per satu kalimatnya tentang mimpi dan cita-cita, beserta satu kalimat yang paling dominan bersuarakan kekhawatiran, mungkin?

Hari yang sudah berat. Terasa menjadi bertambah berat setelahnya. Sebab perasaan tidak enak yang menelusup. Sebab disadarinya perangai yang bukan seperti biasanya. Sesal jadinya yang menghampiri. Seperti sudah mengambil keputusan yang salah, walau mungkin saat itu tidak terpikirkan akan sejauh dan selama ini menghuninya di memori.

Maaf sudah merepotkan. Karena sunyi saya. Karena keengganan saya. Karena ketidakmampuan saya. Karena telah menambahkan lelah. Karena membuat jejak itu tertanam di sepanjang jalannya dan ternyata cukup dekat dengan keseharian.

Ah, yang terakhir itu tertuju kepada saya sebenarnya.

Maaf. Karena saya tampak seperti bermuka dua. Hanya jagoan di ranah tanpa pertemuan.
Maaf. Jika terkesan seperti ingin cepat pergi. Saya hanya tidak ingin kata 'iya' lainnya menjadi hal yang  paling saya sesali.

Ah, kita sudah sama-sama lelah saat itu. Biar hembusan kencang angin membawa pulang saja masing-masingnya.
Terimakasih. Sekali lagi, maaf saya hanya merepotkan terus.

Hanya separuhnya yang baru saja saya tapaki kembali. Tapi memang menuju waktu itu saya ditarik kuat dan dibubung cerita.

Comments

Popular posts from this blog

Menghitung

Hujan Bulan Juni tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu -Sapardi Djoko Damono- ___________ Ternyata hanya sesekali saja datangnya hujan bulan Juni. Bahkan di penghujungnya, tidak ada satu rintik pun yang turun ke bumi, yang dapat menjadi penutup paling menenangkan dalam rentang 30 hari ini. Dan , Selamat datang Juli , bu lan dengan begitu banyak jawaban atas berbagai penantian .

Rebas Rasa Selumbari

Ucapkan maaf Pada dirimu Yang tak jua rela Membiar lepas Ucapkan jangan Pada hatimu Yang tertumpu bimbang Menggerai rekam Usaikan tentang Pada pahammu Untuk mengantar lesap Setiap yang tersemat Abaikan lalu Setiap laju Yang temui persimpangan Yang ditarik lagi kerisauan Sumbatkan rapat Setiap celah Agar tak disambangi Rebas rasa selumbari Kendalikan penuh Sepasang sayapmu Agar tak melambungkanmu Pada satu yang mengoyak keindahannya ___________________ _ 20 Maret 2015, Sylvi Noor Alifah
Kecewa? Gak tau, saya bingung. Apa memang sebenernya gak usah segininya? Tapi jujur, saya menangis tau kabar itu. Mungkin gak cuma satu-dua, tapi bahkan bisa jadi memang kami yang memilih untuk tidak adalah justru minoritas sekarang. Sebut saya lebay, tapi sesak rasanya ketika mendengar hal itu. Terlebih lagi, di antara mereka yang memilih untuk iya, ada sahabat-sahabat saya yang turut saya rapalkan namanya setiap kali berdoa, yang dengan mengingat mereka membuat saya bangkit lagi setiap kali lelah berjuang, yang terus saya minta sama Allah agar selalu dibimbing di jalur perjuangan yang diridhoi-Nya... Tapi ternyata saya gak ada pengaruhnya sama sekali. Dan memang hanya Allah-lah sehakikatnya pemilik hati saya, sahabat-sahabat saya, dan semua manusia. Saya memang gak bisa apa-apa lagi. Ampuni hamba ya Allah, karena belum bisa jadi sahabat yang baik, karena belum bisa jadi sahabat yang membawa kami bersama-sama mendekat di jalur-Mu, karena belum bisa jadi sahabat yan...